Daftar Sertifikasi Halal Gratis, Begini Caranya

Tak hanya itu, sebanyak 497 auditor halal tersertifikasi juga masih akan terus ditingkatkan agar bisa menjangkau 37 provinsi di seluruh Indonesia.

Sementara di bidang kerja sama, BPJPH telah berkolaborasi dengan 23 lembaga di dalam negeri dan telah menandatangani lima perjanjian kerja sama dengan negara-negara mitra seperti Chile, Belarus, Hongaria, Argentina, dan Turki.

Jangan sampai terlambat

Masa penahapan pertama kewajiban sertifikasi halal yang telah dimulai sejak 17 Oktober 2019 akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Berdasarkan Pasal 140 PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, terdapat tiga kelompok produk yang wajib bersertifikasi halal paling lambat di akhir masa penahapan pertama tersebut yaitu produk makanan dan minuman, bahan tambahan pangan dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

Melansir dari situs web Kementerian Agama, Ketua BPJPH Muhammad Aqil Irham mengungkapkan akan ada pengenaan sanksi bagi pelaku usaha apabila telat mensertifikasi produk yang berasal dari ketiga kelompok produk dimaksud dan produk telah beredar di masyarakat.

Sanksi yang akan diberikan mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Sebab itu, Aqil mengimbau seluruh pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal produknya sebelum berakhirnya masa penahapan pertama kewajiban sertifikasi halal.

Ia berharap para pelaku usaha yang memenuhi kriteria mekanisme pernyataan halal pelaku usaha (self declare) dapat memanfaatkan program sertifikasi halal gratis (Sehati) yang dibuka oleh BPJPH sepanjang tahun 2023 ini dengan kuota sebanyak 1 (satu) juta sertifikasi halal.


Syarat daftar Sehati
Adapun syarat-syarat pendaftaran sertifikasi halal gratis (Sehati) 2023 mengacu kepada Keputusan Kepala BPJPH (Kepkaban) Nomor 150 tahun 2022 sebagai berikut.

1.    Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya;

2.    Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana;

3.    Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB);

4.    Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri;

5.    Memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat dan alat proses produk tidak halal;

6.    Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait;

7.    Produk yang dihasilkan berupa barang sebagaimana rincian jenis produk dalam lampiran keputusan ini;

8.    Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya;

9.    Tidak menggunakan bahan berbahaya;

10.  Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal;

11.  Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikat halal;

12.  Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik);

13.  Proses pengawetan produk sederhana dan tidak menggunakan kombinasi lebih dari satu metode pengawetan;

14.  Bersedia melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan mandiri secara online melalui SIHALAL.

Exit mobile version